Sabtu, 17 November 2018

Projek perubahan

"Ayo dong ditulis lagi yang kemarin" seruku padanya malam itu
"Apa mah?tanyanya
"katanya mau nulis operasi penjumlahan dan pengurangan kayak yang kmarin" jawabku menjelaskan
Tak lama kemudian satu kotak berisi 4 operasi penjumlahan sudah tertulis di papan tulis
ada 10+1=11, 20+1=21,4+1=5 dan 1+2=3.
Kutanya kenapa hanya sedikit yag ditulisnya, ia hanya menjawab denga senyuman.

Beberapa hari ini memang tampaknya anak-anak sedang mencoba menjadi anak yang patuh. Mungkin karena kami juga mencoba ikut dalam proyek melatih ecerdasan emosi sebagai orang tua dalam memberikan kenyamanan belajar pada anak-anak. Sangat kontras perubahan yang terjadi ketika dulu kami selalu berbicara dengan nada tinggi dengan akhir-akhir ini. Anak-anak menjadi lebih terbuka dan bisa diaja berkompromi.
Mungkin projek ini harus kami pertajam lagi agar semua menjadi seperti harapan, yakni menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warrohmah.

Aamiin...

Menggambar

Mati lampu (listrik) tidak menyurutkan niatnya untuk terus berkarya. Ya, disaat seerti itu biasanya anak-anak akan memilih melakukkan sesuatu yang tidak banyak memerlukan pencahayaaan tapi tidak dengan fikar. Sulung laki-lakiku ini memiliki tingkat konsentrasi yang cukup tinggi, biktinya dia bisa menghabiskan waktu 1 jam untuk menggambar dalam kondisi terbatas seperti sekarang.
"gambar apa kak? tanyaku
"gambar ninja", jawabnya singkat
"Ini, katanya sambil menunjukkan 4 ninja yang kemudian diterangkannya bernama, Fikar, Bapak, Abiyu dan Ahmad. Kempatnya adalah personel laki-laki dalam kelurga kami.
MasyaAlloh, entah mengapa ia menggambar seperti itu. Namun mungkin itu salah satukecerdasan yang dimilikinya yang harus kami kembangkan lebih lanjut.


Jumat, 16 November 2018

10-0

Kali ini tentang cerita di sekolah. Ketika itu hari rabu, jadwal olahraga di TK. Olahraga kali ini dilaksanakan di lapangan umum. Mereka bermain sepak bola.

Setibanya di rumah, dengan penuh semangat ia bercerita.
"Mah, tadi kita main bola di lapangan", serunya
Lalu saya bertanya, "Lapangan mana?
"Lapangan yang di deket sekolahan', jawabnya
"Menang?" tanyaku lagi.
"Iya, menang" jawabnya semangat
"sepuluh kosong" tambahnya
"MasyaAlloh banyak sekali" komentarku selanjutnya
"iya dah, trus saya yang masukin 5", lanjutnya  bercerita masih dengan semangat yang sama
"MasyaAlloh... Hebat sekali kakak fikar main bola ya", pujiku padanya.
Dia terus melanjutkan cerita betapa serunya permainan mereka di lapangan tadi.

Beberapa hari sebelunya dia juga bercerita tentang kemenangannya dalam pertandingan bola di sekolah dimana skornya saat itu 6-2. Dan semangatnya menceritakan peristiwa itu kepada kami sama seperti kali ini. Sepertinya kami juga harus mulai konsern dengan kecerdasannya dibidang yang satu ini.


Bunda sayang
Melatih kecerdasan
Ibu Profesional
IIP

Dia (memang) senang meniru

Malam ini saya mencoba membersihkan papan putih di ruang tengah. Tujuannya kali ini adalah untuk menuliskan operasi perkalian bilangan untuk selanjutnya dihapalkan oleh sulungku yang berada di kelas 2 sekolah dasar. Melihat apa yang kukerjakan, fikar ga mau kalah. Jika aku membuat perkalian 2 sampai 5, maka ia membuat operasi penjumlahan dan pengurangan di sebelahnya.

"Mah liat, 10+1 = 11" serunya sambil menunjukkan bilangan-bilangan yang ditulisnya di papan tulis
"9-1 =8"
"7-2 =5" dan seterusnya dan seterusnya
Ia membuatnya dalam tiga kotak. Kotak pertama berisi operasi penjumlahan, kotak kedua operasi pengurangan dan kotak terakhir berisi operasi perkalian yang sepertinya didapatnya dari tulisanku yang ada di papan itu juga.

Tak lama kemudian dia mulai menggambar. Ia menggambar 3 bentuk animasi orang yang diberi nama dirinya dan adiknya. Namun saya tidak melihat ada tulisan yang sebelumnya disana.
"Kok angka-angkanya di hapus? tanyaku
"Emang kenapa?' dia balik bertanya
"Kan belum mama foto"jawabku
"Hmmm..., besok deh tak buatin lagi ya Mah", komentarnya menanggapi.

Semoga Kelak kau menjadi orang sholeh yang menjadi panutan karena kebaikan dan manfaat yang engkau tebarkan ya Zul

Aamiin...

Bunda sayang
Melatih kecerdasan
Ibu Profesional
IIP

Ini tentang Dia dan Adiknya

Jarak umur mereka tidak terlalu jauh, hanya terpaut 3 tahun sja. Mungkin ini juga yang membuatnya merasa memiliki hak, kewajiban serta ketertarikan yang sama dengan si adik.
Suau ketika adiknya baru saja bangun dari tidur siangnya. Sementara Fikar sepulang dari sekolah langsung bermain sepeda. Tanpa mempedulikan kondisi adiknya yang masih mengumpulkan nyawanya, diajaklah si adik bercanda. Sayangnya si adik sepertinya belum siap sehingga menangislah si adik tadi.

Yang terjadi selanjutnya adalah mengalihkan perhatian kami dengan berlaku seolah-olah ia tidak bersalah, padahal peristiwa semacam ini sudah sering terjadi.
"Fikar, adeknya kan baru bangun, belum mau diajak main", seruku padanya.
"Orang kita cuma tunjukin sepedanya aja kok", jawabnya memberikan pembelaan diri
"Iya, tapi kan bisa nanti nak, adeknya masih ngantuk itu', jelasku lagi padanya.
"Huu...uhh....", keluhnya sambil mengayuh sepedanya meninggalkan kami.

Peristiwa seperti ini tidak sekali dua kali terjadi tapi sering kali. Mungkin diusianya yang baru 6 tahun hal ini memang belum bisa dipahami secara sempurna namun kami berharap seiring waktu ia akan bisa memahaminya.

Bunda sayang
Melatih kecerdasan
Ibu Profesional
IIP

Mencoba tantangan

Kali ini mencoba menyelesaikan tantangan.
Tantangannya adalah membaca wafa 1 halaman tanpa boleh ada kesalahan. Kalo salah proses belajar akan berlanjut terus, begitu perjanjiannya. Awalnya saya minta dia membaca 2 halaman tapi dia menawar cukup 1 haaman saja. Nah konsekuensinya 1 halaman dibaca 3 kali tanpa kesalahan.

Pembacaan pertama, masih ada salah tapi sedikit. Pembacaan kedua, pas bagian yang salah posisinya di tengah halaman. Dia mulai mencoba untuk merubah tantangan. Ok, saya memintanya mengulang dari awal kembali. Dia merengek,"Fikar ndak bisa, pasti ada salah", tangisnya kesal.
"bacanya pelan-pelan aja" celetuk papanya yang ssat itu sedang menggendong si bungsu.
Fikar pun kembali mencoba, masih dengan emosi di awal baris dan mereda selanjutnya. Dan Alhamdulillah kali ini dia bisa melewatinya meski ada sedikit koreksi.

Alhamdulillah, besok bisa pindah halaman.

Bunda sayang
Melatih kecerdasan
Ibu Profesional
IIP

Minggu, 11 November 2018

(Lagi-lagi) melatih kecerdasan emosi

Weekend sepertinya menjadi hari bermalas-malasan buat anak-anak karna mama ga akan menuntut untuk buru-buru beraktifitas layaknya weekday. Tapi kali ini Fikar mulai bertingkah. Dan lagi-lagi kasusnya ga mau sarapan. Hingga tiba pukul 9.30...

"Zulfikar ayo sarapan!" perintahku setelah sejak pukul 7 pagi merayunya untuk sarapan.
Dia tetap acuh tak acuh, terus bermain dengan adiknya.
Emosi emak mulai mencapai puncak
"Ya sudah, sekarang fikar keluar, main diluar ndak usah makan!" paksa emak sambil narik tangannya keluar.
Sambil menangis ia memohon,"mau makan, laper...." rengeknya.
"Udah nyari makannya diluar aja, dari tadi disuruh makan kan ga mau" jawabku
Mungkin karena berempati pada kakaknya si adek malah ikut nangis dan ikut menemani si kakak di luar rumah. Melihat kejadian itu, sulungku, Nanda, malah berkomentar,"mah takut saya" keluhnya.

Tak lama berselang, tampak fikar masih menangis. Mungkin dia benar-benar lapar. Akhirnya kutugasi Nanda untuk menyiapkan makan untuk kedua adiknya. Dan mereka makan dengan lahapnya. Setelah selesai makan mereka kusuruh mandi. Dan tak perlu menunggu lama akhirnya mereka sudah bersih dan rapi. Fikar pun melanjutkanaktivitas weekend nya dengan menggambar.




Kamis, 08 November 2018

Ketika ia ga mau sekolah

"Besok fikar ndak mau sekolah" serunya semalam
"Kenapa? tanyaku penasaran
"pokoknya ndak mau" jawabnya dengan pasti
"Loh kan katanya besok mau ke lapangan main bola" lanjutku penasaran
Dan sepertinya dia lupa dengan pengumuman ia sampaikan dengan bersemangat 2 hari yang lalu.

Kesokan harinya,
"Ayo nak bangun, sudah jam segini kok belum bangun" ajakku membangunkan sulung laki-lakiku ini.
dengan malas dia menjawab," ndak mau sekolah" katanya
"Loh kan katanya mau main bola, Fikar senang main bola kan?! ujarku meyakinkan
"Pake baju apa sekarang? tanyanya lebih bersemangat
"Baju olahraga lah, kan hari rabu, lagian sekarang kan mau main bola" jawabku
"Ayo sudah bangun, terus mandi abis itu sarapan" perintahku lebih tegas lagi
Dia pun bergegas bangun dan langsung menuju kamar mandi.

Setelah selesai mandi dia menolak untuk sarapan. Seperti biasa, sarapan adalah rutinitas pagi yang mungkin tidak menarik baginya. Namun penjelasan tentang kenapa ia memerlukan sarapan khuusnya hari ini agar dia memiliki energi untuk main bola menjadi hal penting untuk dijelaskan. Sayangnya lagi-lagi ia menolak. Akhirnya kutinggalkan saja ia ke kantor dengan harapan ia akan menyadari apa yang kusampaiakan tadi benar. Dan aku tau dia menangis saat kutinggalkan.

Setelah sempat meminta ijin sebentar di kantor akhirnya aku kembali ke rumah. Benar saja, naluri keibuanku tidak salah. Fikar sudah memakai baju bermainnya dan menanggalkan baju olahraga yang tadi sudah digunakan. Kali ini aku berbicara lebih tegas lagi dan memintanya untuk memakai seragamnya dan berangkat sekolah. Lagi-lagi fikar meminta jajan untuk sangu ke sekolah. Untungnya masih ada stok jajan yang bsa dibawanya sekolah.
Akhirnya dia berangkat sekolah.

Untuk menjadi perhatian kami, suasana hati di pagi hari memang benar-benar harus dipersiapkan demi kelancaran semuanya. Mungkin sounding pada malam sebelumnya bisa dicoba sebagai solusi pagi yang tenang dan menyenangkan


Bunda sayang
Melatih kecerdasan
Ibu Profesional
IIP








Kecerdasan Emosi

Bukan hal yang mudah bagi kami selaku orang tua "zaman old" untuk mengasah kecerdasan emosi anak apalagi dengan latar belakang kecerdasan emosi yang jauh dibawah standar. Menjadi hal yang selalu dan terus menerus kami coba untuk sadari bahwa dalam mendidik anak-anak dibutuhkan kesabaran yang terus menerus terasah. Dalam kasus keluarga kami, mendidik 4 anak yang umurnya hanya bertaut 2-3 tahun menjadi tantangan tersendiri.

Sebagai komitmen awal untuk level melatih kecerdasan, anak kedua kami yang baru saja berumur 6 tahun masih menjadi target dalam laporan kali ini. Dia tergolong anak yang unik, suka mencari perhatian dengan melakukan hal-hal yang sering kali kami larang. Sepertinya justru kecerdasan emosi kami yang sedang diuji dengan sulung laki-laki ini. Sekarang dia sedang kemaruk dengan bermain sepeda. hanya dalam 1-2 hari belajar dia sudah berani mengayuh sepeda kemana-mana meski masih sering jatuh dan belum bisa mengendalikan seedanya dengan baik. Namun dia tidak pernah menangis karena sepertinya dia sadar bahwa itu semua karena kemauannya sendiri. Berbeda ketika kami memaksakan sesuatu padanya, misalnya bangun pagi atau mandi, sedikit tinggi nada suara yang kami keluarkan maka dia akan menjawab dengan intonasi yang lebih tinggi lagi. Dan itu hampir terjadi setiap hari sekolah (weekday).

Megingat kebiasan yang seperti itu, kami mencoba membangunkannya dengan nada yang standar, mulai dari rendah merajuk hingga tegas dengan intonasi datar. dan Alhamdulillah berhasil meskipun tidak sesegera ketika temannya memanggil mengajak bermain. Sering kali dia akan bertingkah manja misalya minta diangkat atau ditarik agar bangun. Dan bagi kami ortu yang juga harus berlomba dengan waktu karena harus bekerja di ranah publik yg menuntut ontime, terkadang tingkah seperti itu bikin geregetan. Tapi lagi-lagi kami harus memikirkan bahwa mereka masih dalam masa keemasannya dan membutuhkan kami lebih.

Semoga upaya kami menjadi orang tua yang benar dan baik serta cerdas dalam mendidik akan bisa membawa mereka menjadi insan yang berkualitas dalam segala aspek.
AAMIIN...

Bunda Sayang
Melatih KeCERdasan
Ibu Profesional
IIP

Minggu, 04 November 2018

Tertarik dengan angka

Salah satu cara merangsang kecepatan berhitung anak-anak adalah dengan metode mencongak. Kali ini yang menjadi objek dalam game level 3 ini adalah sulung laki-lakiku. Zulfikar namaya. Umurnya 6 tahun 4 bulan november ini. Mungkin di TK nya sudah mulai diajarkan berhitung yang sebenrnya menurutku ga perlu terlalu dipaksakan. Namun sepertinya dia memiliki  ketertarikan sendiri dengan angka.

Malam ini dia mengajakku bermain tebak-tebakan dengan tema penjumlahan. Awalnya dia memberikan beberapa pertanyaan pada kami. Nah selanjutnya dia makin bersemangat ketika kami yang memberikan tebakan padanya.

Karena tingkatan usianya yang masih kecil kami memberikan angka-angka kecil saja misalnya 7+3, 1+8, 5+6 dan beberapa penjumlahan yang menurutku akan bisa dihitungnya cukup menggunakan kesepuluh jari tangannya. Tapi ternyata kami terlalu underestimate padanya. Dia sudah bisa menghitung penjumlahan yang nilainya jauh lebih besar. Bahkan dia ikut menghitung soal-soal yang kami berikan untuk kakaknya yang sudah di kelas 2 SD.

Fix, berartinya kami punya PR baru yaitu melejitkan kemampuannya dalam 'berhitung'.


Bunda Sayang
Melatih Kemandirian
Ibu Profesional
IIP