Kamis, 27 September 2018

Lain dulu lain sekarang

Jika setahun yang lalu tugas  komunikasi produktif saya fokuskan pada anak-anak, maka tahun ini saya mencoba menerapkan pada pasangan hidup saya.
Jika dulu bersama anak-anak banyak prinsip dasar dan metode yang dapat diujicobakan pada anak, maka ketika berhadapan dengan Paksu hal itu menjadi sedikit lebih terbatas.
Program yang coba kami terapkan selama menjalani komprod semoga akan terus bertahan hingga kami menemukan ada program yang lebih baik lagi dalam membersamai anak-anak.

Dan akhirnya semoga teori-teori tentang cara berkomunikasi yang produktif bisa nempel terus teraplikasi dengan baik sehingga tujuan yang disasar sejak awal bisa tercapai.
Aamiin....

Sabtu, 22 September 2018

Pergi ke pasar


Hari ini tiba-tiba Bapaknya anak-anak tak terlihat di sekitar rumah. Ternyata beliau pergi ke pasar. 

Paksu membeli berbagai jenis sayuran seperti daun ubi, kangkung, daun katuk, kedelai muda dan keripik singkong kesukaanku.
“Ga ada buat lauk pah?”, tanyaku melihat belanjaannya yang cukup banyak itu
“Mau apa? Ikan?!” balasnya
“Bisa ikan, atau apalah yang lain selain sayur”, sambutku
“Cuma ini” katanya sambil menunjukkan sebungkus ikan laut yang harganya 30 ribu perkilo dan beliau hanya membeli ½ kg.
“Tadi ada kenaus (sotong), harganya 70 ribu sekilo, tapi uang ndak cukup. kalo mau saya balik lagi kesana”, tawar beliau.
Dalam hati aku menolak karena kadar kolesterol kami lagi tinggi semua. Aku hanya berkomentar, “Wah ... mahal ya?!” hihihi... maksudnya ga usah gitu :D

Obrolan kami berlanjut membahas tentang kondisi pedagang di pasar yang menurut beliau cukup memperihatinkan. Beliau bercerita tentang pedagang sayur yang hanya mengambil untuk dua ribu rupiah dari modal sepuluh ribu. Aku ga mau kalah dong, kuceritakan bahkan ada yang lebih kecil dari itu ngambil untungnya, jadi hanya sekedarnya aja. 

Aku jadi  ingat, 2 pekan sebelumnya beliau juga kepasar membawa uang 180 ribu dan hasilnya hanya 1 kantong sedang, hari ini beliau membawa 80 ribu bisa dapat berkantong-kantong. Maklum karena waktu yang lalu Paksu belinya daging sapi, iga sapi dan ikan laut. Jatah untuk sayur malah habis duluan. Sekarang jadi ganti strategi, beli sayur dulu yang banyak baru sisanya buat beli lauk sekedarnya, hahaha.

Terima kasih Papah sudah berbagi peran dalam biduk rumah tangga kita 

We love You, Always

Siapa memerintah (apa) siapa? (2)


Masih tentang siapa memerintah siapa...
Aku mencoba mencari tahu siapa sebenarnya yang menyuruh Indra meratakan tanah di halaman samping rumah kami. Dan ternyata bibi yang kupikir menyampaikan pesan Paksu justru tidak tau menau, dipikirnyabeliau yang menghubungi Indra dan memerintahkannya melakukan semua itu. 

Lalu kusampaikan pada Paksu tentang ketidaktahuan bibi akan hal itu. Dan beliau tidak banyak berkomentar. Sementara aku menjadi makin curiga yang melakukan itu adalah paman oyok seperti keterangan si sulung kemarin. Karena selain bibi dan paman Oyok tidak ada lagi yang tahu kalau ada dua tumpukan tanah di rumah. Tapi menurut keterangan Paksu yang pagi tadi juga menanyakan hal yang sama pada paman Oyok mengaku tidak pernah menyuruh Indra mengerjakan hal tersebut. 



Dan mungkin karena kondisi hari ini berbeda dengan kemarin, Paksu tidak terlalu antusias lagi membahas hal tersebut. Yang ada dalam pikirannya adalah memindahkan tanah itu ke tempat yang seharusnya. Kali ini sepertinya beliau mencoba mencari orang lain karena mungkin masih kesal dengan Indra.

Jumat, 21 September 2018

Siapa memerintah (apa) siapa?

Sore ini tiba-tiba paksu marah-marah. Baru saja masuk rumah langsung mencak-mencak...

“Siapa yang punya kerjaan ratain tanah itu?!” tanya beliau dengan nada yang tinggi
Ya ku jawab,”Pakoq”.
“Siapa yang suruh ngeratain kayak gitu?” tanyanya lagi sambil mondar mandir sana sini
“Loh bukan papah yang nyuruh?! Bukannya kemarin papah bilang nyuruh bibi bilangin Indra buat beresin tanah klo dah dateng,” Jawabku dengan nada yang lebih rendah tentunya, menghindari perang.
“Bodoh sekali saya nyuruh untuk meratakan tanah seperti itu” balas beliau.
“Tadi kenapa ga bilang kalo ada dia disini pas telpon” lanjutnya masih dengan emosi tingkat dewa.
“Kirain papah yang nyuruh dia kesini buat kerja, karna papah dah bilang gitu ke bibi” jawabku menaikkan sedikit intonasiku karena tidak terima seolah-olah disalahkan.
Eh sulungku nyeletuk dong, “saya tau siapa yang nyuruh”katanya tiba-tiba
Dan kami berdua serempak menanggapi, “Siapa?”
“Paman Oyok” jawabnya.
“Tadi paman oyok nyuruh begini...” katanya sambil memperagakan gaya paman oyok ketika memerintah Indra. Maklum Indra itu bisu dan tuli jadi untuk berkomunikasi harus dengan isyarat.
Entah benar atau tidak keterangan dari si sulung karena kami tidak melihatnya secara langsung dan sulungku ini sering berlebihan dalam menceritakan sesuatu. 

Akhirnya beliau mengambil piring lalu makan. Aku membatin,”mungkin beliau lapar”.

Untuk sementara case closed karena tidak ada yang tau siapa yang memerintah (apa) siapa.

Kamis, 20 September 2018

Eye contact


Aku baru menyadari bahwa dalam satu hari komunikasi verbal intens yang terjadi antara aku dan paksu hanya mengambil sekitar  10%  dari 24 jam yang tersedia. Dan kebanyakan hal itu kami lakukan pada malam hari. Seperti malam ini, perbincangan dimulai di atas jam 10 malam. Untungnya aku selalu menyempatkan diri tidur siang sehingga pada jam-jam segitu masih bisa diajak berpikir waras :)

Kali ini kami membahas tentang jadwal “ngaji” yang kami programkan untuk menyempurnakan bekal dalam mendidik anak-anak. Jadi ceritanya beliau udah deal dengan salah seorang ustadz yang siap mengajari kami cara membawa Alquran yang baik dan benar serta membahas salah satu kitab yang menurut pak ustadz “ringan” untuk pemula seperti kami. 

“ Jadi gimana?” tanya beliau setelah memberikan penjelasan bahwa pak ustadz siap datang ke rumah dan mengajari kami dari sehabis magrib sampai waktu isya setiap hari selain malam Jumat.
“Mau berapa kali dalam seminggu?” Tanyaku kembali.
“Kalo saya pengennya 3 kali, 2x untuk tartil sekali untuk baca kitab”, jawab beliau.
“Bisa kita kondisikan”, jawabku
“Bagaimana dengan fee-nya?” lanjutku bertanya
“Menurut beliau biasanya dikasi sekedar cukup untuk bahan bakar aja” jawab paksu.
“Waduh, ga gitulah. Kita kan perlu menghargai ilmu yang beliau bagi ke kita”, lanjutku berkomentar.
“Iya, saya juga mikirnya begitu. Jadi berapa?” Lemparnya lagi.
“ Ya kira-kira per pertemuan ‘sekian’ bagaimana?” ucapku memberi pertimbangan.
“Saya juga ancer-ancer mau ngasi segitu sih”, jawab beliau.
“Ya udah sekarang kita tinggal menentukan harinya”, lanjutnya lagi.
“Bagaimana kalo ahad, selasa dan jumat?!” sambungku. Pertimbanganku hari sabtu biasanya kami mengunjungi orang tua.
“Bisa.... Nanti tinggal saya hubungi ustadznya untuk mendapatkan kesepakatan”, kata paksu menutup tema yang satu ini.

Selama berbincang-bincang kami mencoba menjaga kontak mata karena biasanya beliau kalo ngomong senengnya disambi, entah itu sambil main game, baca status di medsos atau sambil ngerjain sesuatu gitu. Dan Alhamdulillah berhasil. Semoga lain waktu lebih sering begini.